Rabu, 14 Oktober 2015

“Maraknya Kriminal terhadap anak, Salah Siapa..?”

Belum habis tahun 2015 ini, kasus kriminal yang terjadi terhadap anak kian marak. Dimulai dari tragedi pembunuhan si kecil Angeline yang mencuat ke permukaan. Sampai kasus seorang anak yang jasadnya dilakban dan ditaruh didalam kardus. Bocah malang ini bernama Putri Fauzia, menurut laporan sang anak telah mengalami pelecehan seksual sebelum nyawanya direnggut dengan cara yang sangat sadis. Media massa dan media online berlomba-lomba memberitakan kasus-demi kasus yang menimpa anak-anak ini. Komisi Perlindungan Anak (KPAI) melaporkan kasus kekerasan anak yang terjadi di Indonesia per april 2015 tercatat 6.006 kasus. Angka ini meningkat tajam dari tahun 2010 yang hanya tercatat 171 kasus. Hanya dalam waktu 5 tahun setelahnya kasus kekerasan terhadap anak semakin banyak dengan motif yang beragam di setiap kasusnya.
           
Tragedi ini bagaikan timbunan gunung es yang hanya terlihat puing-puing atasnya saja.  Sesungguhnya masih banyak lagi kasus-kasus yang belum terekam oleh media dan tercatat di (KPAI). Dimulai dari kasus kekerasan terkait pengasuhan, kekerasan terkait pendidikan, kesehatan dan Narkotika Psikotropika & Zat Adiktif (NAPZA) ditambah dengan kasus yang terjadi akibat cyber crime serta ponografi. Ironi memang, Negara yang katanya agen pembela (Hak Asasi Manusia) tetapi malah seolah seperti membiarkan. Apabila dianalisa, bukan hanya hak untuk hidup sang anak yang terenggut tetapi sang anak sebagai korban pun kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik dari Negara maupun dari orang tua di rumah.
            
Negara telah terbukti gagal menyelesaikan masalah kekerasan terhadap anak. Walaupun berbekal UU tetap saja hal yang sama terulang kepada anak-anak. Proses hukum yang rumit dan berbelit-belit, penanganan yang kerap tidak manusiawi, dan hukuman yang minim membuat kasus-kasus kekerasan terhadap anak tenggelam selama bertahun tahun. Menjadi terbengkalai para pelaku dibiarkan tumbuh tanpa hukuman yang seganjar agar tak terulang kasus yang sama. Negara sangat berperan dalam hal ini, bukan hanya sebagai pelindung dan pengayom Negara juga perlu menerapkan aturan yang membuat jera sang pelaku. Aturan yang harus diterapkan adalah aturan Islam secara menyeluruh. Karna Islam jua memiliki seperangkat aturan yang efektif dalam menyelesaikan permasalahan anak ini. Bukan hanya memberikan sebuah system yang membuat setiap orang merasa aman di dalamnya tetapi juga memberikan sebuah aturan yang tegas terhadap pelaku.

          
Pendidikan akan dibuat terpisah dengan laki-laki, menghapus segala bentuk media penyebaran video pornografi dan sejenisnya, pembatasan dalam penyiaran program acara televisi dengan syarat harus mendidik. Segalanya diatur dengan aturan yang sudah pasti memberikan solusi yang menyeluruh di dalamnya. Seharusnya hal inilah yang dilakukan pemerintah saat ini. Merubah system yang sudah jelas membuat rusak di semua lini kehidupan.(mia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar