Belum habis tahun 2015
ini, kasus kriminal yang terjadi terhadap anak kian marak. Dimulai dari tragedi
pembunuhan si kecil Angeline yang mencuat ke permukaan. Sampai kasus seorang
anak yang jasadnya dilakban dan ditaruh didalam kardus. Bocah malang ini
bernama Putri Fauzia, menurut laporan sang anak telah mengalami pelecehan
seksual sebelum nyawanya direnggut dengan cara yang sangat sadis. Media massa
dan media online berlomba-lomba memberitakan kasus-demi kasus yang menimpa
anak-anak ini. Komisi Perlindungan Anak (KPAI) melaporkan kasus kekerasan anak
yang terjadi di Indonesia per april 2015 tercatat 6.006 kasus. Angka ini
meningkat tajam dari tahun 2010 yang hanya tercatat 171 kasus. Hanya dalam waktu
5 tahun setelahnya kasus kekerasan terhadap anak semakin banyak dengan motif
yang beragam di setiap kasusnya.
Tragedi ini bagaikan timbunan gunung es yang hanya
terlihat puing-puing atasnya saja.
Sesungguhnya masih banyak lagi kasus-kasus yang belum terekam oleh media
dan tercatat di (KPAI). Dimulai dari kasus kekerasan terkait pengasuhan, kekerasan
terkait pendidikan, kesehatan dan Narkotika Psikotropika & Zat Adiktif
(NAPZA) ditambah dengan kasus yang terjadi akibat cyber crime serta ponografi.
Ironi memang, Negara yang katanya agen pembela (Hak Asasi Manusia) tetapi malah
seolah seperti membiarkan. Apabila dianalisa, bukan hanya hak untuk hidup sang
anak yang terenggut tetapi sang anak sebagai korban pun kehilangan kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik dari Negara maupun dari orang tua di
rumah.
Negara telah terbukti gagal menyelesaikan masalah
kekerasan terhadap anak. Walaupun berbekal UU tetap saja hal yang sama terulang
kepada anak-anak. Proses hukum yang rumit dan berbelit-belit, penanganan yang
kerap tidak manusiawi, dan hukuman yang minim membuat kasus-kasus kekerasan
terhadap anak tenggelam selama bertahun tahun. Menjadi terbengkalai para pelaku
dibiarkan tumbuh tanpa hukuman yang seganjar agar tak terulang kasus yang sama.
Negara sangat berperan dalam hal ini, bukan hanya sebagai pelindung dan
pengayom Negara juga perlu menerapkan aturan yang membuat jera sang pelaku.
Aturan yang harus diterapkan adalah aturan Islam secara menyeluruh. Karna Islam
jua memiliki seperangkat aturan yang efektif dalam menyelesaikan permasalahan
anak ini. Bukan hanya memberikan sebuah system yang membuat setiap orang merasa
aman di dalamnya tetapi juga memberikan sebuah aturan yang tegas terhadap
pelaku.
Pendidikan akan dibuat terpisah dengan laki-laki,
menghapus segala bentuk media penyebaran video pornografi dan sejenisnya,
pembatasan dalam penyiaran program acara televisi dengan syarat harus mendidik.
Segalanya diatur dengan aturan yang sudah pasti memberikan solusi yang
menyeluruh di dalamnya. Seharusnya hal inilah yang dilakukan pemerintah saat
ini. Merubah system yang sudah jelas membuat rusak di semua lini kehidupan.(mia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar